Trauma bonding adalah hubungan yang terjadi ketika seseorang memanipulasi dan menggunakan cara-cara untuk membuat orang lain merasa bergantung kepadanya. Trauma bonding bisa terjadi di relasi keluarga, pertemanan, hubungan kerja, hingga hubungan romantis seperti saat berpacaran dan pasangan suami istri.
Misalnya ketika pasangan sangat sering mengkritik atau selalu menyalahkan saat ada masalah. Atau ketika pasangan selalu cemburu dan mudah curiga serta berusaha untuk mengontrol aktivitas sehari-hari. Dalam hubungan keluarga, misalnya orang tua yang sering mengkritik atau melakukan kekerasan namun selalu memberikan apa yang diminta oleh anak. Trauma bonding juga bisa terjadi dalam relasi pertemanan, misalnya teman yang menyebarkan gosip atau kebohongan. Lalu dia meminta maaf dan setelah hubungan membaik, kemudian ia membuat gosip lagi
Dalam trauma bonding, terkadang terjadi kekerasan baik kekerasan fisik maupun kekerasan emosi. Meskipun begitu, seseorang yang menjadi korban dalam trauma bonding akan merasa sulit untuk lepas dari hubungan itu meskipun ia merasa tersakiti.
Ciri-ciri
Ciri-ciri hubungan dalam trauma bonding antara lain:
- Korban memaklumi perilaku tidak menyenangkan dari pelaku, misalnya “Dia kasar karena sedang capek”
- Korban menutup-nutupi perilaku kekerasan
- Korban merasa “berhutang” pada pelaku
- Korban sulit keluar dari hubungan meskipun tahu ia seharusnya menyudahi hubungan tersebut
- Korban menyalahkan diri sendiri saat pelaku melakukan perilaku yang tidak menyenangkan, misalnya berpikir bahwa pelaku marah karena korban bukan pasangan yang baik
- Korban menjaga jarak dari orang yang sering bertanya mengenai keadaannya
- Pelaku berjanji akan berubah namun tidak pernah dilakukan
- Pelaku membatasi interaksi korban dengan keluarga dan teman
Penyebab Trauma Bonding
Seseorang bisa menjadi korban dalam trauma bonding mungkin dikarenakan ia terbiasa tidak mendapat perhatian atau diabaikan selama hidupnya. Misalnya orang-orang dengan:
- Masalah kelekatan
- Masa kecil yang kurang menyenangkan
- Melihat atau mengalami relasi abusive saat tumbuh
- Kurangnya dukungan sosial
- Rendah diri
Ketika ada seseorang yang menunjukkan rasa cinta, ia menjadi terlalu bergantung pada orang tersebut.
Dampak Trauma Bonding
Dampak terbesar dan terburuk dari trauma bonding adalah perasaan positif yang dibangun oleh pelaku sehingga korban tetap bertahan di hubungan itu. Akibatnya relasi tidak sehat terus berlangsung, dan bahkan dapat beresiko menjadi semakin buruk. Setelah terpisah dari pelaku pun, korban memiliki kemungkinan untuk merasa rendah diri, depresi, dan gangguan cemas.
Tahapan trauma bonding
Trauma bonding sering diawali dengan relasi yang sangat baik sebelum secara bertahap berubah menjadi relasi yang tidak sehat. Bagaimana tahapannya?
Love Bombing
Love bombing adalah sebuah perilaku untuk membuat pasangan merasa senang dan dibutuhkan. Perilaku yang dilakukan antara lain:
- Memberikan kesan bahwa pelaku dapat mewujudkan harapan, keinginan, dan mimpi korban. Misalnya dengan mengatakan “Aku bisa memberikan apapun yang kamu mau”, atau “Tidak ada yang bisa atau mau mencintaimu selain aku”
- Pelaku melakukan kontak secara terus menerus, bahkan memiliki keinginan untuk selalu bersama-sama
- Pelaku ingin tahu banyak tentang korban. Korban merasa diperhatikan dan dipahami namun sebenarnya informasi ini dijadikan untuk “senjata” oleh pelaku. Misalnya pelaku mengetahui bahwa orang tua korban bercerai. Suatu saat ketika terjadi konflik, pelaku menggunakan informasi ini untuk menyerang korban dengan mengatakan “Kamu tuh sama aja kayak orang tuamu, selalu mengajak berantem”
- Pelaku bersedia melakukan segalanya agar korban merasa dihutangi. Misalnya mengantar jemput korban sehingga membuat korban merasa pelaku telah berbuat banyak untuknya
Yang membedakan love bombing dengan ekspresi cinta lainnya adalah
- Relasi terjadi terlalu cepat, misalnya baru kenal beberapa saat namun pelaku sudah menyatakan cintanya
- Cinta bersyarat, yaitu adanya ekspektasi pasangan harus seperti apa. Misalnya korban diharapkan untuk langsung menjawab pesan yang masuk atau korban harus menjaga berat tubuhnya tetap ideal
- Kebutuhan atensi yang berlebih hingga melakukan guilt trip (menyalahkan) saat pasangan tidak perhatian
- Gampang mengkritik
- Tidak menghargai batasan, misalnya tidak membolehkan pergi dengan teman atau harus selalu ada untuk pelaku setiap saat
Trust & Dependency
Dalam tahap ini, pelaku akan mengetes rasa percaya dan ketergantungan korban misalnya dengan sengaja memicu konflik. Ketika korban mencoba untuk mengkonfrontasi pelaku, pelaku akan membahas apa saja yang sudah ia lakukan untuk korban (maka dari itu tahapan love bombing sangat penting dilakukan untuk membuat korban merasa bergantung). Korban pun merasa bersalah dan akhirnya terus bergantung dan percaya pada pelaku demi tetap mendapatkan rasa cintanya
Criticism
Setelah pelaku mendapatkan rasa percaya korban, pelaku mulai untuk mengkritik perilaku korban dan menganggapnya sebagai masalah. Mulai dari hal-hal kecil seperti cara berbicara hingga kebiasaan seperti hobi yang disukai atau lingkungan sosial korban
Tahapan ini sering berujung pada pertengkaran. Pelaku akan terus menyalahkan korban dan karena korban sudah bergantung dan terlalu percaya dengan pelaku (tahap 2) ia pun meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan. Korban memiliki pola pikir
“Dia masih mencintaiku meskipun aku banyak sekali kekurangan dan kesalahan”
“Dia ingin yang terbaik untuk aku, jadi apa yang dia katakan pasti benar”
Manipulation & Gaslighting
Gaslighting dan manipulasi adalah perilaku yang membuat korban meragukan realita dan pendapatnya sendiri. Pelaku akan terus menerus menyalahkan korban. Misalnya dengan mengatakan “Kamu mengada-ada”, “Kamu berlebihan”, “Itu hanya perasaanmu aja”, Aku tuh begini karena kamu …”.
Akibatnya korban akan meragukan emosi dan pikirannya serta lebih percaya pada omongan pelaku. Terlebih korban biasanya sengaja dijauhkan dari pihak pihak yang bisa membantunya menjadi lebih tenang atau memberi dukungan padanya
Resignation & Giving Up
Di suatu titik korban pada akhirnya akan merasa lelah dan menyerah. Ia pun melakukan respons people pleasing agar relasi tetap berjalan dengan stabil. Korban mungkin sadar bahwa ia telah dimanipulasi, namun kesadaran itu belum cukup untuk membuat ia keluar dari relasi karena ia masih mempertanyakan apakah ia bersalah atau tidak atas perilaku pelaku. Korban juga seringkali merasa takut untuk keluar karena alasan keamanan, misalnya merasa terancam dan bahkan beresiko mengalami kejadian yang lebih tidak menyenangkan jika keluar dari relasi yang tidak sehat
Loss of Self
Seiring dengan berjalannya relasi, korban merasa mati rasa dan kehilangan dirinya sendiri sehingga menarik diri dari orang lain dan aktivitas yang biasa ia lakukan. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa dan tidak terkoneksi dengan dunia yang pernah ia tahu. Ia merasa terisolasi dan kehilangan banyak koneksi sosial. Hal ini dapat menyebabkan turunnya rasa percaya diri korban bahkan muncul keinginan untuk mengakhiri hidup.
Cycle repeats
Dalam trauma bonding, tahapan 1-6 seringkali berulang. Setelah terjadi suatu konflik yang besar, mungkin relasi akan menjadi lebih tenang atau memasuki masa honeymoon. Di tahap ini, pelaku akan kembali melakukan love bombing dan membuat korban merasa dibutuhkan dan dicintai sehingga kembali bergantung dan memaklumi perilaku pelaku. Meskipun terasa sulit, namun siklus ini tetap bisa diputus kok. Gimana caranya?
Menyadari pola
Korban dalam trauma bonding seringkali tidak sadar ia dalam hubungan yang tidak sehat. Apalagi jika pelaku menggunakan manipulasi dan gaslighting, sehingga korban merasa ragu dengan dirinya sendiri. Beberapa pelaku juga mencoba untuk mengasingkan korban dari teman dan keluarga sehingga tidak ada yang membantunya untuk menyadari kondisi yang dialami.
Mencoba untuk mengenali pola perilaku adalah langkah yang penting untuk bisa lepas dari hubungan tidak sehat. Karena apabila tidak disadari, besar kemungkinan korban merasa tidak ada yang salah sehingga memutuskan untuk tetap bertahan dalam hubungan tersebut. Parents bisa coba lihat lagi ketujuh tahapan trauma bonding ya
Self talk
Salah satu dampak dari trauma bonding adalah perasaan rendah diri. Cobalah untuk berbicara kepada diri sendiri dengan lebih baik. Misalnya tidak sengaja Parents memecahkan suatu barang. Mungkin pikiran otomatis yang muncul adalah, “Aku sangat ceroboh!” Coba ganti pikiran ini dengan “Aku biasanya berhati-hati, hanya saja saat ini aku sedang lelah karena kurang tidur”
Self care
Seseorang di dalam trauma bonding, sering berusaha keras untuk memenuhi semua kebutuhan pasangannya. Hal ini sangat melelahkan dan seringkali membuat kurang memperhatikan diri sendiri. Coba luangkan waktu untuk melakukan self care. Melakukan self care juga membantu korban menyadari bahwa ia berharga dan pantas diperlakukan dengan baik serta menyadari bahwa tidak butuh orang lain untuk membuat kita merasa dicintai
Dukungan sosial
Bertemu dengan sesama korban dapat membantu korban membuat merasa tidak sendiri dan tidak merasa malu. Apabila tidak mengenali sesama korban, cobalah untuk mencari orang yang bisa dipercaya. Tidak perlu malu untuk meminta dukungan dari orang lain. Dengan bercerita kepada orang lain mungkin bisa membuat menjadi lebih lega
Mencari bantuan profesional
Tenaga profesional dapat membantu korban melalui emosi sulit dan kompleks yang dirasakan. Terapi juga membantu korban untuk mengenali tanda-tanda relasi tidak sehat sehingga di kemudian hari tidak akan terjebak di situasi itu lagi
Referensi:
Laub, E. (2022). The 7 stages of trauma bonding. Choosing Therapy. https://www.choosingtherapy.com/stages-of-trauma-bonding/
Lovering, N. (2022). What is trauma bonding? PsychCentral. https://psychcentral.com/relationships/what-is-trauma-bonding
Resnick, A. (2022). What is trauma bonding? Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/trauma-bonding-5207136