Seiring dengan perkembangan anak, emosi yang mereka rasakan juga akan semakin kompleks. Dari yang tadinya hanya merasakan emosi dasar, lama kelamaan anak mulai bisa merasakan emosi bangga, iri, kecewa, khawatir, dan emosi kompleks lainnya. Nah, perkembangan emosi ini perlu didampingi dengan kemampuan manajemen emosi yang baik agar anak mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat.


Perlu diperhatikan nih Parents, bahwa sebenarnya emosi itu nggak ada yang baik dan buruk. Semua emosi itu valid dan boleh banget kok dirasakan. Jadi hindari yuk kata-kata seperti "masa gitu aja nangis!" atau "anak baik nggak boleh marah". Ketika ada kata-kata seperti itu, anak menangkap bahwa ia tidak boleh merasakan emosinya sehingga emosi tersebut ia tekan. Sayangnya, emosi yang ditekan itu tidak lantas hilang melainkan ditekan ke alam bawah sadar. Akibatnya sewaktu-waktu emosi tersebut bisa keluar tanpa mampu dikontrol oleh anak. Misalnya anak menjadi agresif, sulit konsentrasi belajar, acting out, dan sebagainya

Jadi mengabaikan emosi atau melarang anak merasakan emosi tertentu tidak membantu untuk mengendalikan emosi. Terus gimana caranya mengajarkan anak untuk melakukan manajemen emosi?

Memberi contoh

Parents perlu memberi contoh bagaimana cara mengelola emosi yang tepat. Misalnya Parents lagi pingiinn bangeett teriak marah-marah ke anak, coba ambil jeda sejenak untuk menenangkan diri. Misalnya dengan menarik nafas panjang, minum air putih, atau bahkan meninggalkan ruangan sebentar.

Children see, children do. Anak-anak belajar dan mencontoh perilaku orang tuanya. Saat Parents berteriak, maka mereka pun akan berteriak saat marah. Sebaliknya saat kita mampu bicara dengan tenang, mereka juga akan belajar untuk mengendalikan dirinya. Setiap kali kita mempraktekkan bagaimana kita mencoba mengendalikan diri, saat itulah anak belajar manajemen emosi


Miliki koneksi yang mendalam

Anak-anak butuh untuk merasa terkoneksi dengan orang tua agar mereka terbantu mengendalikan emosinya. Ketika kita melihat anak sedang kesulitan mengendalikan emosi, cobalah untuk menjalin koneksi dengan anak. Saat anak merasa terkoneksi dengan orang tua, mereka akan lebih mudah untuk bekerja sama dan akhirnya perilaku mereka lebih mudah dikendalikan

Parents bisa nih menggunakan pendekatan AGILE untuk bisa menjalin koneksi dengan anak:

A - Affect: bagaimana aura kita, apakah terlihat suportif dan menenangkan?

G - Gesture: ekspresi wajah, gerakan tangan, gerakan tubuh, dan postur tubuh menggambarkan emosi kita dan bisa dirasakan oleh anak saat sedang berinteraksi .

I - Intonation: mengatur intonasi suara juga dapat membantu menjalin koneksi dengan anak. Ketika intonasi suara kita tenang, anak juga akan menjadi lebih tenang. 

L - Latency (Wait): beri waktu untuk anak memproses kehadiran dan keinginan kita menjalin koneksi 

E - Engagement: perhatikan apakah anak sudah terkoneksi lagi dengan Parents. Parents bisa memperhatikan dari kontak mata, gestur, dan bahasa tubuh lainnya. Jika anak sudah terkoneksi dengan kita, barulah Parents berusaha untuk menenangkan anak


Terima emosi anak

Cobalah untuk menerima emosi anak meskipun emosi tersebut terasa tidak nyaman. Cobalah untuk berempati dengan anak, misalnya mengatakan "Sayang, rasanya kecewa banget ya ketika sesuatu terjadi nggak sesuai yang kamu inginkan". Ketika respons kita berempati dengan anak, maka anak belajar bahwa emosi mungkin terasa tidak nyaman, namun emosi tidak berbahaya sehingga ia menerima dan memprosesnya, bukannya ditekan atau diabaikan. 

Ketika anak tahu bahwa ada seseorang yang memahaminya, ia akan merasa lebih baik. Dan ketika dukungan kita membantunya belajar untuk melalui emosi yang tidak nyaman, anak juga akan belajar mengenai resiliensi (kembali bangkit saat "terjatuh")


Hindari hukuman

Memukul, time out, dan mempermalukan anak tidak membantu anak untuk mengelola emosinya. Justru hukuman memberi pesan kepada anak bahwa emosi yang ia rasakan itu buruk dan ia akan mencoba untuk menekannya. 


Memberi batasan

Meskipun kita menerima segala emosi anak, bukan berarti anak bebas mengekspresikannya. Ada batasan-batasan perilaku yang tidak boleh mereka lakukan, misalnya menyakiti diri, menyakiti orang lain, ataupun merusak barang.

Namun apabila anak "melampaui batas", tetaplah dampingi dia. Ingat bahwa ia bukan anak yang nakal melainkan ia masih belum bisa mengendalikan diri saat ini. Tetaplah mengasihi ia sehingga ia merasa aman untuk mengekspresikan apa yang sebenarnya ia rasakan


Jadi Parents, emosi bukanlah sesuatu yang buruk. Emosi adalah bagian dari menjadi manusia. Terkadang kita tidak bisa memilih apa yang kita rasakan, namun kita bisa memilih bagaimana kita bereaksi. Saat anak merasa nyaman dengan apapun yang ia rasakan, ia akan lebih mudah mengontrolnya


Referensi:

Markham, L. (2013). 5 steps to help kids learn to control their emotions. https://www.google.com/amp/s/www.psychologytoday.com/us/blog/peaceful-parents-happy-kids/201307/5-steps-help-kids-learn-control-their-emotions%3famp