Parents pernah mendengar istilah people pleaser? People pleaser adalah sebutan bagi seseorang yang memiliki kecenderungan untuk mementingkan kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhannya sendiri. Orang tipe ini sering dianggap sebagai sosok yang baik dan senang membantu. Namun ternyata people pleaser bisa mengalami kesulitan untuk memprioritaskan dirinya dan dapat berujung pada pengabaian diri sendiri
Orang baik vs people pleaser
Ternyata ada perbedaan lho antara “orang baik” dengan people pleaser. Seseorang biasanya berperilaku baik dikarenakan beberapa alasan misalnya
- Karena ingin menolong orang lain
- Untuk membalas kebaikan
- Untuk merasakan kebahagiaan setelah berbuat baik
- Karena adanya harapan akan mendapatkan bantuan di masa mendatang.
Jika Parents melakukan sesuatu karena merasa takut tidak disukai atau ditolak oleh orang lain, besar kemungkinan perbuatan baik itu didasari dari dorongan people pleaser
Tanda tanda people pleaser
People pleaser memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain:
- Mudah setuju dengan pendapat orang lain:People pleaser seringkali merasa sulit menentukan pendapatnya sendiri dan mudah setuju dengan pendapat orang lain. Hanya saja ia setuju bukan karena sepakat dengan pendapat orang tersebut, melainkan karena ingin diterima oleh orang itu
- Meminta maaf meskipun tidak melakukan kesalahan: People pleaser sering merasa bertanggung jawab terhadap respons emosi dari orang lain. Ketika orang di dekatnya sedang merasakan emosi negatif (misalnya sedih atau marah), ia akan menyalahkan diri sendiri dan merasa orang tersebut sedih/marah karenanya.
- Sulit berkata “Tidak”: People pleaser juga sering merasa kesulitan untuk menolak sesuatu. Ia merasa bersalah saat ingin berkata “Tidak”. Selain itu ia juga memiliki ketakutan bahwa orang lain akan menganggapnya jahat atau egois jika menolak sesuatu.
- Tidak menjadi dirinya sendiri: People pleaser memiliki kecenderungan untuk mengubah-ubah kepribadiannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik dengan lingkungan dan juga agar ia bisa diterima oleh lingkungannya. Bahkan terkadang people pleaser mau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan keinginannya hanya agar bisa diterima oleh lingkungan
- Rasa berharga dipengaruhi bagaimana orang lain: People pleaser membutuhkan validasi dari orang lain untuk membuatnya merasa baik. Maka dari itu rasa percaya dirinya naik turun tergantung bagaimana penilaian orang lain
- Mengabaikan kebutuhan sendiri: Seringkali people pleaser menganggap kebutuhannya tidak penting dan ia lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Akibatnya ia tidak memiliki waktu luang untuk diri sendiri karena selalu melakukan hal lain untuk orang lain. Bahkan ia mengabaikan tujuan yang ingin ia raih
Apa sih penyebabnya?
Untuk berhenti menjadi people pleaser, kita perlu tahu dulu nih kenapa sih seseorang memiliki perilaku tersebut. Beberapa alasannya antara lain:
- Self esteem rendah: Beberapa orang tidak menganggap keinginan dan kebutuhannya penting. Karena rasa percaya dirinya rendah, people pleaser membutuhkan validasi dari orang lain untuk membuat ia merasa diterima
- Insecurity: Seseorang mungkin menjadi people pleaser karena khawatir orang lain tidak akan menyukainya jika ia tidak membuat orang tersebut senang
- Pengalaman masa lalu: Pengalaman yang menyakitkan dan sulit juga bisa membuat seseorang menjadi people pleaser. Pengalaman tidak menyenangkan tersebut akan memunculkan pikiran bahwa jika ia tidak menyenangkan orang lain, maka ia akan ditinggalkan, tidak akan ada yang mencintainya, atau ia akan membuat kecewa orang lain. Selain itu perilaku ini bisa juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Ketika orang tua hanya menunjukkan rasa sayang kepada anak saat anak menuruti kemauannya maka anak belajar untuk terus memenuhi ekspektasi orang tua, dan pada akhirnya harus memenuhi ekspektasi orang lain
Lalu apa saja dampaknya?
Sebenarnya menjadi people pleaser bukanlah suatu hal yang buruk. Ketika kita peduli kepada orang lain, tentunya itu adalah hal yang baik. Akan menjadi masalah ketika kita mencoba menyenangkan orang lain dengan mengorbankan kebahagiaan kita sendiri
Ketika kita mencurahkan segala waktu dan tenaga untuk menolong orang lain agar mereka bahagia, kita bisa merasakan beberapa dampak:
- Merasa kehilangan diri sendiri: Kita jadi tidak mengetahui apa yang membuat kita merasa senang karena terlalu sering membuat orang lain senang. Bahkan bisa jadi kita merasa tidak mampu menikmati waktu sendiri kita
- Tidak merawat diri: Ketika kebutuhan kita sendiri tidak terpenuhi, besar kemungkinan kita bisa mengalami kelelahan baik secara fisik maupun mental. Bahkan bisa sampai mengalami burn out lho. Selain itu kita juga jadi tidak memiliki waktu dan tenaga untuk meraih apa yang sebenarnya kita inginkan
- Amarah yang ditekan: Mungkin secara tidak sadar kita sebenarnya merasa marah dengan orang-orang yang memanfaatkan kita. Namun karena tidak bisa mengekspresikannya, akhirnya marah itu ditekan dan berubah dalam wujud lain. Misalnya menjadi menjaga jarak dengan orang lain, mudah marah pada hal kecil, bahkan bisa sampai berpengaruh terhadap kesehatan fisik
- Cemas dan stres: Usaha untuk membahagiakan orang lain tentu lama kelamaan akan membuat kita merasa lelah. Belum lagi adanya pikiran-pikiran negatif seperti “Kayaknya tadi dia tersinggung deh sama sikapku?” atau “Harusnya aku kayak gini nih!” yang lama kelamaan bisa membuat kita menjadi tertekan dan mudah cemas
- Masalah relasi: Ada kemungkinan orang lain akan memanfaatkan perilaku kita ini untuk kepentingannya sendiri. Ia akan meminta bantuan kita, namun di saat kita butuh, ia tidak hadir. Lama kelamaan kita bisa memiliki masalah kepercayaan dalam hubungan karena menganggap orang lain hanya memanfaatkan kita saja
Wah, ternyata banyak juga ya dampak negatif menjadi seorang people pleaser. Tapi tenang, ada beberapa cara kok yang bisa dilakukan untuk menghentikan perilaku people pleaser sehingga kita bisa menyeimbangkan antara keinginan membahagiakan orang lain tanpa mengorbankan diri sendiri
Memberikan batasan
Penting bagi kita untuk mengenali kemampuan, membuat batasan yang jelas, dan mengkomunikasikan batasan tersebut kepada orang lain. Sampaikan dengan jelas apa yang bisa kita bantu. Apabila orang tersebut meminta lebih, sampaikan bahwa kita tidak bisa membantunya.
Mulai dari hal kecil
Tentu sulit untuk bisa langsung mengubah perilaku dan akan lebih mudah jika memulainya dari hal kecil terlebih dulu. Mulailah dengan mencoba untuk berkata tidak pada permintaan yang sifatnya ringan. Misalnya mulai dari menolak tawaran sales di mall. Lalu teruskan kemampuan itu pada situasi dan orang yang berbeda. Ketika kita berhasil melakukan langkah kecil, maka akan muncul rasa percaya diri yang bisa membantu kita untuk menetapkan batasan dengan orang lain
Menentukan tujuan dan prioritas
Parents juga perlu menentukan tujuan dan prioritas dalam hidup. Mengetahui prioritas dapat membantu kita untuk menentukan apakah kita memiliki waktu dan tenaga untuk menolong orang lain. Apabila dirasa waktu dan tenaga Parents sudah habis untuk meraih tujuan yang diinginkan, maka ada baiknya Parents melakukan evaluasi dan mengatur kembali prioritas. Jadikan diri kita sendiri sebagai prioritas.
Melakukan afirmasi positif
Saat Parents mulai merasa ada dorongan untuk menjadi people pleaser, cobalah untuk melakukan afirmasi positif. Ingatkan diri sendiri bahwa Parents pantas memiliki waktu untuk diri sendiri. Parents memiliki tujuan hidup yang penting dan Parents tidak berkewajiban untuk menghabiskan waktu dan tenaga melakukan sesuatu yang tidak disukai
Menunda jawaban
Saat seseorang meminta bantuan, katakan bahwa kita butuh waktu untuk memikirkannya. Dengan ini Parents jadi memiliki waktu untuk mengevaluasi dan memutuskan apakah Parents benar-benar ingin membantu orang tersebut. Coba tanyakan pada diri sendiri:
Apakah saya benar-benar ingin melakukannya?
Apakah saya memiliki waktu untuk melakukannya?
Apakah ada prioritas lain yang perlu saya lakukan?
Meninjau ulang suatu permintaan
Langkah lain untuk menghentikan perilaku people pleaser adalah mencari tanda apakah orang lain berusaha mengambil kesempatan dari kebaikan kita. Apakah ia selalu meminta bantuan namun tidak pernah ada saat kita membutuhkan bantuan? Apakah orang lain menyadari kecenderungan bahwa kita tidak akan menolak permintaannya? Parents perlu berhati-hati sebelum menyetujui suatu permintaan agar tidak dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh orang lain
Bantu ketika merasa ingin membantu
Kita tidak perlu terus menerus menjadi “orang yang baik” kok. Jangan melakukan sesuatu hanya karena Parents merasa takut ditolak atau ingin mendapat penerimaan dari orang lain. Tetap lakukan hal baik namun karena memang Parents ingin membantu.
Apabila menjadi people pleaser membuat Parents kesulitan meraih kebahagiaan, penting untuk Parents segera belajar bagaimana caranya menetapkan batasan dengan orang lain. Jika dibutuhkan, jangan ragu ya untuk berkonsultasi ke tenaga profesional
Referensi:
Cherry, K. (2022). 8 ways to stop being a people pleaser. Verywell mind. https://www.verywellmind.com/how-to-stop-being-a-people-pleaser-5184412
Psychology Today Staff. (n.d.). People pleasing. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/intl/basics/people-pleasing