Dalam pernikahan, konflik adalah sesuatu yang sangat wajar terjadi. Hal ini dikarenakan makin intim suatu hubungan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi konflik interpersonal. Apalagi pernikahan terjadi di antara 2 orang yang memiliki perbedaan nilai, kebiasaan, pengalaman, prioritas, dan kesukaan sehingga sangat mungkin terjadi gesekan di antara perbedaan-perbedaan tersebut.
Namun bukan berarti konflik adalah suatu hal yang buruk dan harus dihindari. Terkadang konflik dapat memicu tumbuhnya relasi menjadi semakin kuat. Bagaimana cara mengelola konflik tersebut dengan tepat adalah hal yang perlu diperhatikan dibandingkan memikirkan bagaimana caranya agar tidak ada konflik.
Sebelum membahas mengenai cara penyelesaian konflik yang tepat, kita bahas dulu yuk apa sih sebenarnya konflik itu. Konflik tidak sama dengan perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat terjadi ketika kita dan pasangan memiliki perbedaan tentang sesuatu, misalnya ingin makan apa, bagaimana cara mendidik anak, bagaimana cara mengatur keuangan, dsb. Namun dalam perbedaan pendapat, kita dan pasangan masih bisa berkomunikasi dengan baik satu sama lain dan berusaha untuk mencari cara bagaimana menangani perbedaan pendapat tersebut.
Sedangkan konflik adalah kondisi ketika komunikasi antara kita dan pasangan sudah tidak berlangsung dengan baik, misalnya saling berteriak, tidak saling mendengarkan, bahkan melakukan kekerasan verbal. Di dalam konflik, kedua belah pihak tidak mau bernegosiasi dan mengedepankan reaksi emosional, misalnya dengan marah, takut, cemas, atau perasaan terluka
Beberapa perbedaan pendapat yang bisa memicu munculnya konflik adalah:
Ekspektasi yang tidak terpenuhi atau tidak realistis
Ekspektasi ini misalnya kita berharap pasangan menjadi pembaca pikiran dan bisa memahami apa yang kita mau dan merasa marah jika ternyata ia tidak memahami maksud kita
Perbedaan pendapat mengenai cara mengasuh anak
Anak adalah anugerah di dalam pernikahan. Namun terkadang pembahasan mengenai anak dapat memicu konflik di dalam pernikahan. Misalnya pembahasan mengenai berapa jumlah anak di dalam keluarga, pendidikan yang ideal untuk anak, aturan yang perlu diterapkan, dan pola asuh.
Masalah finansial
Salah satu faktor yang bisa mengancam keharmonisan pernikahan adalah masalah finansial. Bahkan suatu penelitian di Amerika menunjukkan 22% perceraian disebabkan karena adanya masalah finansial. Contohnya adalah tidak terbukanya mengenai situasi finansial, perbedaan pendapat mengenai berapa jumlah ideal tabungan untuk masa depan, seberapa besar pengeluaran untuk rumah tangga, perbedaan gaya hidup, prioritas dalam keuangan, dan masalah pekerjaan
Alokasi waktu pribadi
Setelah menikah tentunya akan ada perbedaan dari sebelum menikah. Kita perlu mengalokasikan waktu untuk diri sendiri, pekerjaan, hobi, teman, keluarga, dan pasangan. Ketika salah satu peran tidak seimbang, besar kemungkinan akan memicu terjadinya konflik
Berkurangnya gairah dalam pernikahan
Stres dalam pekerjaan, rasa lelah, kurang percaya diri terhadap tubuh, masalah intimasi, dan kurangnya keterbukaan mengenai masalah seksual dapat menjadi pemicu berkurangnya gairah dalam pernikahan. Padahal gairah adalah salah satu hal yang sangat penting di dalam pernikahan
Komunikasi kurang efektif
Apakah Parents tipe orang yang meledak-ledak dan pernah mengatakan suatu hal menyakitkan yang akhirnya disesali? Atau mungkin Parents tipe orang yang memendam sesuatu dan tidak mengungkapkan pendapat kepada pasangan? Kedua tipe komunikasi tersebut sama-sama tidak efektif dan jika dibiarkan dapat memicu munculnya konflik dalam rumah tangga
Ketidakseimbangan peran
Dalam pernikahan seharusnya kedua belah pihak memiliki peran yang seimbang. Namun terkadang salah satu pihak lebih dominan atau salah satu pihak lebih pasif sehingga menyebabkan relasi menjadi tidak adil, tidak sehat, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan
Lalu bagaimana konflik bisa terjadi?
Konflik biasanya diawali dengan adanya perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut tidak dapat ditangani dengan baik. Misalnya seorang suami yang membeli suatu barang mahal tanpa memberi tahu istri terlebih dahulu. Ketika akhirnya istri tahu, ia merasa marah ke suami dan menganggap suami tidak bertanggung jawab. Istri mengatakan kepada suami betapa tidak bertanggung jawabnya dia dan membahas contoh-contoh lain di masa lalu. Suami yang merasa dikritik merasa marah dan terluka. Ia merasa tidak punya kesempatan untuk menjelaskan alasan dari perilakunya. Keesokan harinya, istri sudah merasa lebih tenang dan mencoba meminta maaf kepada suami. Suami yang masih merasa terluka tidak merespons permintaan maaf tersebut. Istri pun merasa terluka karena merasa ditolak oleh suami
Bisa dilihat dari perbedaan pendapat mengenai finansial bisa menjadi konflik karena cara komunikasi yang tidak tepat.
Ketika kita sedang memiliki emosi negatif, (marah, terluka, cemas, atau takut) pikiran kita juga cenderung menjadi negatif. Misalnya dalam contoh di atas, istri langsung berpikiran negatif bahwa suami tidak bertanggung jawab. Mungkin memang perilaku suami tidak tepat, tapi apakah hal tersebut menandakan bahwa suami adalah sosok yang tidak bertanggung jawab?
Mungkin pikiran negatif itu sebenarnya dilandasi dari emosi negatif, misalnya istri merasa tidak dihargai karena suami tidak bertanya pendapatnya terlebih dahulu atau istri merasa khawatir dengan kondisi finansial keluarga. Dibutuhkan refleksi terhadap diri sendiri untuk melihat lebih dalam alasan mengapa kita bereaksi seperti itu.
Ketika kita sudah mengenali alasan reaksi emosi, kita bisa coba melihat lagi situasi dengan lebih tenang dan mencari solusi bersama
Misalnya dalam contoh di atas, langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah:
- Si istri berusaha menenangkan diri dari rasa marah dan terluka yang ia rasakan lalu berusaha menjelaskan mengapa ia marah pada suami
- Ia meminta maaf kepada suami dan mengatakan bahwa ia sebenarnya khawatir dengan kondisi keuangan keluarga
- Suami yang juga sudah lebih tenang menjelaskan mengapa ia membeli barang tersebut. Misalnya ia sudah memiliki keinginan untuk membeli barang tersebut sejak lama dan akhirnya ia punya uang untuk membelinya
- Istri bisa memahami alasan suami namun mengatakan ia tersinggung karena tidak dimintai pendapat terlebih dulu
- Suami mengakui kesalahannya dan meminta maaf
- Dari diskusi tersebut, mereka setuju untuk lebih terbuka dan meminta pendapat satu sama lain sebelum membeli barang yang terbilang mahal
Jadi tidak usah khawatir ya Parents kalau sedang berkonflik dengan pasangan. Konflik dalam pernikahan bisa banget kok diatasi dengan baik. Selama kedua belah pihak menghargai satu sama lain, mampu menerima perbedaan, dan berusaha untuk menurunkan ego. Apabila dibutuhkan, jangan ragu untuk berkonsultasi ke tenaga profesional ya
Referensi:
Aponte, C. (2021). Anatomy of marital conflict. Psychology Today. [Artikel]. https://www.psychologytoday.com/us/blog/marriage-equals/202106/anatomy-marital-conflict
Pace, R. (2021). 7 causes for conflict in marriage and how to resolve them. Marriage. [Artikel]. https://www.marriage.com/advice/relationship/resolve-conflict-in-marriage/