Tahu ga Moms, menjadi seorang ibu adalah sebuah perubahan identitas, dan merupakan perubahan yang paling signifikan dalam hidup seorang wanita. Saat menjadi seorang ibu, tentunya terjadi banyak banget perubahan di dalam hidup. Saking banyaknya, seorang wanita membutuhkan suatu masa transisi untuk beradaptasi dengan perubahan dan identitas barunya. Nah, nasa transisi ini disebut sebagai Matrescence.
Matrescence ternyata nggak hanya dialami oleh new moms lho! Para Moms yang sebelumnya sudah memiliki anak juga mengalami matrescence karena setiap kelahiran anak pasti akan menumbuhkan perubahan baru pada seorang ibu
Memangnya perubahan apa saja sih yang terjadi?
Selama kehamilan, ternyata jumlah hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh wanita meningkat. Kedua hormon ini memegang peranan penting dalam membantu janin tumbuh dan berkembang. Setelah melahirkan, jumlah hormon menurun dengan drastis dan menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Hal ini dapat memicu terjadinya mood swing, kelelahan, dan kurang tidur.
Kadar hormon oxytocin ibu juga meningkat. Hormon ini membantu ibu menjadi lebih waspada dengan kebutuhan anak. Di sisi lain, hormon ini juga dapat meningkatkan kecemasan ibu.
Selain perubahan kadar hormon, terjadi pula perubahan fisik lain misalnya perubahan di area payudara, rahim, dan vagina. Perubahan-perubahan ini juga sering menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi ibu
Selain perubahan fisik, ternyata ibu juga mengalami perubahan secara psikologis lho. Apa aja sih perubahannya?
Perubahan dinamika keluarga
Memiliki anak dalam keluarga berarti membentuk keluarga baru dengan dinamika keluarga yang baru pula. Dinamika ini membuka kemungkinan baru apakah keluarga akan menjadi lebih intim dan memiliki hubungan yang lebih dekat, atau justru menambah beban stres pada keluarga. Selain itu, ibu (dan juga ayah) akan mengalami kembali (re-experience) masa kecilnya. Ibu akan berusaha untuk meniru dan mengulang cara mengasuh yang dinilai baik, dan akan berusaha untuk tidak mengulangi serta berusaha meningkatkan pola pengasuhan yang kurang tepat. Nah, terkadang proses re-experience ini dapat membangkitkan luka-luka lama yang terpendam
Ambivalence
Ambivalence yang terjadi pada masa matrescence adalah adanya perasaan tarik menarik antara ingin selalu dekat dengan anak, namun juga memiliki keinginan untuk memiliki ruang untuk dirinya sendiri. Hal ini sebenarnya wajar terjadi namun seringkali ibu merasa bersalah ketika memiliki perasaan tersebut, atau merasa sebagai ibu yang tidak baik
Fantasi vs Realita
Saat hamil, wanita cenderung membentuk fantasi mengenai bayinya. Fantasi ini terbentuk dari observasi pengalaman para wanita di sekitarnya, termasuk keluarga dan teman. Fantasi yang muncul bisa berupa jenis kelamin, ciri fisik (warna kulit, bentuk wajah, berat badan), hingga temperamen anak (mudah ditenangkan, mudah tersenyum, jarang menangis). Termasuk juga fantasi mengenai sosok seorang ibu ideal itu seperti apa. Namun terkadang fantasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan akhirnya hal ini membuat ibu merasa kecewa
Perasaan Bersalah dan Malu
Perasaan bersalah dan malu muncul karena adanya standar mengenai “ibu ideal” atau “ibu sempurna” , yaitu seorang ibu harus menjadi sosok yang selalu ceria, bahagia, selalu mementingkan kepentingan anak, hanya sedikit memiliki keinginan pribadi, tidak pernah menyesali keputusan yang dibuat, serta selalu tahu apa yang harus dilakukan untuk anak. Keinginan untuk menjadi sempurna ini sering mengakibatkan munculnya perasaan bersalah dan malu pada ibu.
Perasaan bersalah biasanya muncul akibat ibu harus memilih antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan anak. Misalnya ibu bekerja merasa bersalah karena harus meninggalkan anaknya. Sedangkan malu biasanya muncul akibat adanya perasaan ada sesuatu yang “salah dengan saya”. Perasaan ini muncul akibat membandingkan dirinya dengan standar “ibu ideal”. Perasaan bersalah dan malu ini jarang dibicarakan para Moms karena adanya ketakutan dihakimi oleh orang sekitar. Akan tetapi jika tidak dibicarakan, perasaan tersebut dapat memicu gangguan lain misalnya postpartum depression
Lalu gimana sih cara untuk melalui matrescence?
Self Care
Yuk Moms luangkan waktu untuk melakukan self care. Coba deh membuat daftar aktivitas yang membuat Moms merasa senang. Ingat ya Moms, selfcare isn’t selfish! Memiliki waktu untuk diri sendiri itu nggak egois kok. Jadi jangan ragu untuk meminta bantuan orang lain
Selain itu para Moms perlu nih mengubah pola pikiri “harus menjadi ibu yang sempurna”. Semakin cepat kita menerima bahwa kita bukanlah ibu sempurna, kita akan semakin cepat menerima bahwa anak kita juga tidak akan sempurna. Daripada menjadi ibu yang sempurna, lebih baik menjadi good enough parent.
Moms juga perlu mencoba untuk menurunkan standard. Saat Moms memiliki standar tinggi tentang pencapaiannya dalam 1 hari, akan besar kemungkinan ibu merasa kecewa lalu melampiaskan rasa marah kepada dirinya sendiri atau bahkan anak. Cobalah untuk mentoleransi diri bahwa kita tidak bisa melakukan semuanya. Buatlah skala prioritas aktivitas yang akan dilakukan. Bisa coba dengan menggunakan Eisenhower Matrix ya, Moms
Terkoneksi kembali dengan pasangan
Saat memiliki anak, seringkali hubungan antar pasangan jadi terlupakan. Padahal dukungan pasangan adalah faktor protektif terpenting bagi ibu dalam menjalani masa matrescence. Jadi jangan lupa ya untuk tetap menjaga api asmara tetap berkobar dengan pasangan. Coba deh untuk menjaga intimasi dengan berpelukan, atau melakukan pillow talk dengan topik pembicaraan selain anak. Moms juga boleh banget lho melakukan kencan dengan pasangan.
Moms perlu ingat nih bahwa Moms dan pasangan adalah sebuah tim yang perlu bekerja sama. Moms perlu saling mengkomunikasikan bagaimana sih Moms dan pasangan dulu dibesarkan. Mulai dari gaya pendisiplinan, value dalam keluarga, budaya, bagaimana rasa kasih sayang dan argumen disampaikan, keuangan, dan sebagainya. Melalui komunikasi tersebut, Moms akan lebih saling mengenali diri dan pasangan sehingga dapat mulai mendiskusikan cara apa yang akan digunakan untuk menjalankan keluarga ini
Interaksi sosial
Jangan lupa untuk tetap berinteraksi sosial ya. Moms perlu mencari keluarga atau teman yang bisa memberikan dukungan positif. Batasi interaksi dengan orang-orang yang justru membuat Moms merasa tertekan, tidak nyaman, atau melakukan mom-shaming.
Interaksi sosial juga penting agar Moms tetap terkoneksi dengan diri sendiri. Menjadi ibu adalah peran yang sangat penting namun Moms bukan hanya seorang ibu. Moms punya peran lain yang tidak kalah penting dan menjadi bagian dari diri. Kuncinya adalah menyeimbangkan semua peran itu.
Batasi Informasi
Di era teknologi seperti saat ini, informasi jadi mudah banget didapatkan. Akan tetapi jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut justru akan menimbulkan "tsunami informasi". Moms akan merasa kebingungan dan kewalahan dengan seluruh info tersebut. Akhirnya Moms merasa tertekan, tidak kompeten, atau bahkan resisten dengan informasi baru. Jadi kalau Moms sudah merasa overwhelmed, batasi dulu ya. Matikan media sosialnya, tunda dulu ikut kelas parentingnya, dan coba untuk menjalin koneksi mendalam dengan anak.