Dalam suatu relasi, wajar banget jika terjadi suatu konflik, termasuk dalam relasi pernikahan. Parents pasti pernah ya bertengkar dengan pasangan, mulai dari hal sepele hingga isu-isu yang lebih sensitif. Karena konflik adalah hal yang wajar, jadi berkonflik dengan pasangan itu nggak dilarang kok, asalkan dilakukan secara sehat.
Berdasarkan penelitian dari Dr. John Gottman, ternyata salah satu kunci dari hubungan bisa bertahan untuk waktu yang lama adalah bagaimana pasangan mengatasi konflik. Artinya, jika Parents ingin memiliki hubungan yang awet maka perlu belajar untuk menyelesaikan konflik secara sehat.
Lalu apa saja sih jenis-jenis respons konflik yang nggak sehat? Kita bahas yuk, Parents
Penuh kritik
Respons penuh kritik adalah ketika terjadi konflik, kita justru mengkritik pasangan. Padahal ketika kita mengkritik, pasangan akan merasa seperti sedang diserang egonya. Alhasil konflik tersebut berujung makin panas. Kritik ini bisa terucapkan secara sadar ataupun tidak disadari lho Parents. Contoh dari respons penuh kritik adalah
“Kamu selalu ngomel”
“Kamu tuh selalu cuek, nggak pernah kasih perhatian ke aku”
“Mas tuh pegang HP terus kalau di rumah, nggak pernah bantuin aku”
Tidak hormat
Kondisi ini terjadi saat kita tidak menghormati pasangan, misalnya dengan mempermalukan, mengejek, atau perkataan-perkataan yang bersifat merendahkan. Respons ini muncul biasanya karena kita merasa lebih superior dari pasangan. Kayak ada perasaan “Aku tuh lebih baik daripada kamu”. Dan ternyata menurut Gottman, respons ini adalah respons yang paling berbahaya bagi suatu hubungan. Contoh responsnya adalah
“Dasar bodoh!”
“Kamu tuh kayak anak kecil”
“Percuma ngomong sama kamu, nggak akan ngerti juga!”
Membela diri (defensif)
Respons tidak sehat lainnya adalah respons terlalu membela diri. Ketika sedang menghadapi konflik lalu kita terlalu defensif, artinya kita kurang menghargai perasaan pasangan kita. Kita menganggap apa yang mereka rasakan tidak penting atau respons pasangan terlalu berlebihan alias lebay. Contohnya nih saat pasangan marah karena kita lupa membuang sampah, lalu merespons:
“Aku tuh sibuk, banyak kerjaan lainnya”
“Halaah, kayak kamu nggak pernah aja kayak gini!”
“Iya..iya, nanti aku kerjain, nggak usah ngomel terus deh!”
Silent treatment
Nah, kalau respons ini adalah ketika kita mendiamkan pasangan saat sedang ada konflik. Tidak hanya tidak mau berbicara, melainkan juga menghindari kontak mata, menghindari kontak fisik dengan pasangan, atau pura-pura sibuk. Konflik berusaha untuk dihindari dan tidak diselesaikan. Efeknya ya konflik itu terpendam dan besar kemungkinan akan “meledak” di masa mendatang.
Lalu respons yang sehat saat sedang berkonflik itu seperti apa?
Parents bisa coba menggunakan I-message, yaitu:
Saya merasa ….. ketika …… Saya harap……
Contohnya:
Aku tuh rasanya kesel kalau kamu pegang HP terus di rumah. Aku pingin kamu meluangkan waktu juga untuk aku dan anak-anak.
Dengan menggunakan I-message, kita bisa bersikap asertif dengan menyampaikan apa yang kita rasakan dan pikirkan kepada pasangan. Namun kita tidak berusaha menyerang atau bahkan merendahkan pasangan karena kita menyampaikan sesuai fakta dan juga fokus pada masalah. Selain itu dengan menggunakan i-message kita bisa menyampaikan apa yang kita harapkan dari pasangan. Dengan begitu, Parents bisa mendiskusikan bersama solusi terbaik dari konflik tersebut.
Referensi:
The Gottman Institute. 4 Conflict Style That Hurt Your Relationship. https://www.gottman.com/blog/4-conflict-styles-that-hurt-your-relationship/