Kematian adalah bagian dalam kehidupan. Suka tidak suka, suatu saat kita pasti akan mengalami kejadian saat orang yang kita sayangi meninggal dunia. Tidak mudah untuk menghadapi kedukaan, termasuk untuk anak-anak. Ternyata anak merespons kedukaan berbeda-beda, sesuai dengan tahap perkembangannya. Yuk, kenali bagaimana anak menghadapi kedukaan dan apa yang bisa dilakukan oleh orang di sekitarnya.

Bayi dalam kandungan

Ternyata bayi dalam kandungan juga bisa merasakan kedukaan lho. Ketika ibu yang sedang mengandung merasa sedih, bayi dalam kandungan juga bisa merasakannya. Bahkan bayi bisa ikut merasa stres dan terganggu. Ini dikarenakan hubungan ibu yang amat intim dengan bayi, sehingga respons tubuh ibu terhadap kesedihan juga berpengaruh kepada bayi

Lalu apa yang bisa dilakukan?

Ibu perlu menjaga tubuhnya dengan baik. Makan makanan bergizi dengan teratur serta istirahat yang cukup. Libatkan orang lain untuk membantu dalam keseharian. Ibu juga perlu meluangkan waktu untuk menenangkan diri, misalnya dengan jalan pagi, mendengarkan musik yang menenangkan, atau istirahat. 

Usia 0-2 tahun

Anak usia 0-2 tahun sangat terlibat dalam lingkungannya. Ini menyebabkan mereka bisa merasakan perubahan fisik dan emosi orang-orang di sekitarnya. Meskipun mereka belum memahami konsep kematian, namun mereka bisa merasakan perbedaan dalam lingkungannya. Alhasil mereka menunjukkan rasa kehilangannya dengan bersikap rewel, menangis, tidur yang tidak tenang atau tidur yang terlalu lama, dan pola makan yang berubah. 

Ketika anak dalam kondisi seperti ini, berikan cinta dan kasih sayang dengan konsisten. Penuhi kebutuhan mereka seperti sentuhan dan interaksi yang hangat. 

Usia 2-3 tahun

Anak di usia ini sudah mulai mengeksplorasi dunianya dan juga mereka ingin selalu menarik perhatian orang tuanya. Mereka penuh rasa ingin tahu dan ekspresi emosinya juga lebih beragam. Mereka memang belum memahami konsep kematian dengan baik sehingga mereka akan banyaaak bertanya.

Ketika berhadapan dengan anak usia 2-3 tahun, tetap berikan rasa cinta dan interaksi yang hangat. Parents juga bisa menjelaskan kepada mereka mengapa Parents sedih. Kegiatan rutin sebaiknya tetap perlu dilakukan ya agar anak melihat bahwa kehidupan tetap berjalan dan bahwa Parents tetap ada untuk mereka walaupun sedang berduka

Usia 3-5 tahun

Anak pada usia ini mungkin mulai bertanya kenapa seseorang harus meninggal. Mereka melihat bahwa kematian hanyalah sementara sehingga orang tersebut suatu waktu bisa bangun lagi. Emosi yang mereka rasakan sudah semakin beragam namun mereka belum mampu mengekspresikannya dengan tepat.

Anak mungkin menjadi bingung. Beberapa anak justru menjadi bersikap kasar untuk menutupi rasa takut, cemas, dan sedihnya. Beberapa anak juga menjadi lebih manja dan lengket kepada orang tuanya karena adanya ketakutan orang tuanya akan "pergi" juga.

Lalu apa yang bisa dilakukan?

Parents bisa menjelaskan mengenai atribut kematian dengan lebih detail yaitu:

Parents perlu bersiap untuk menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang. Jangan lupa untuk tetap menunjukkan rasa kasih sayang kepada mereka ya.

Usia 5-9 tahun

Di usia ini anak sangat senang mengumpulkan informasi, membandingkan, menguji, serta berargumen dengan orang lain. Anak sudah lebih memahami tentang kematian namun ini menyebabkan emosi yang mereka rasakan lebih mendalam. Bahkan muncul kekhawatiran bahwa suatu saat mereka juga akan meninggal. 

Mereka berusaha untuk menyangkal emosi mereka dan menunjukkan bahwa mereka kuat, misalnya dengan bermain untuk menyingkirkan rasa sedih

Penting bagi Parents untuk bisa menjelaskan kepada anak mengenai 4 atribut kematian (seperti yang dijelaskan di usia sebelumnya) untuk membantu anak mengatasi rasa takut.  Saat anak bertanya, usahakan untuk jawab dengan jujur meskipun rasanya menyakitkan. Parents perlu juga membantu mereka mengekspresikan emosinya misalnya melalui gambar, melukis, atau bermain clay. 

Pra remaja

Di usia ini, anak menjadi lebih malu untuk mengekspresikan emosinya. Mereka malu untuk menangis atau bersandar kepada orang lain. Di sisi lain mereka membutuhkan kejelasan mengenai bagaimana kematian tersebut akan mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya.

Beberapa pra remaja menunjukkan sikap tidak peduli dan tidak merasakan apapun untuk mengubur rasa duka yang sebenarnya. Beberapa pra remaja lain justru menunjukkan perilaku menolong orang lain secara berlebihan untuk menunjukkan bahwa mereka kuat. Mungkin juga mereka menunjukkan kemarahan atau merasa bersalah karena tidak bisa melakukan sesuatu untuk mencegah kematian itu datang.

Dalam menghadapi kedukaan ini, anak membutuhkan orang tua atau orang terdekat mereka. Bantu mereka mengelola emosinya dengan memberi contoh bagaimana mengekspresikan emosi dengan tepat. Mereka juga perlu dibantu untuk memahami bahwa hidup tetap berjalan terus dan semua anggota keluarga akan bekerja sama untuk melalui masa sulit ini.

Beri waktu juga pada anak untuk bertemu dengan teman-temannya. Mungkin dengan bermain bersama teman bisa menghibur dan membantu mereka mengekspresikan emosinya dengan lebih leluasa

Ketika Parents merasa terganggu dengan sikap anak, tahan diri Anda untuk tidak langsung mengkritik. Pahami bahwa kondisi ini juga sulit bagi mereka dan mereka sedang berusaha sebaik mungkin untuk mengelolanya 

Parents juga bisa mengajak anak untuk melakukan ritual berduka, misalnya dengan mengunjungi makam almarhum secara berkala. Selain itu Parents bisa mengajak anak bercerita mengenai hubungan anak dengan almarhum dan kenangan manis selama ia masih hidup.


Untuk mendampingi anak berduka memang dibutuhkan ketenangan. Apabila Parents juga dalam kondisi berduka, cobalah minta bantuan kepada orang lain untuk membantu Parents mendampingi anak. Beri waktu bagi diri sendiri untuk berduka. 

Rasa duka bukanlah suatu kelainan, penyakit, atau tanda kelemahan. Rasa duka adalah kebutuhan emosional, fisik, dan spiritual, harga yang harus Anda bayar untuk cinta. Satu satu ya cara untuk menyembuhkan rasa duka adalah dengan berduka

-Earl A. Grollman-



Referensi:

Coloroso, B. (1999). Membantu anak menghadapi: Perceraian, kematian, sakit, putus asa, kesedihan, dan kehilangan. Lestari Sandjojo (2010). Penerbit Buah Hati: Tangerang