Pernah nggak nih Parents mengalami suatu hari yang berat, rasanya lagi capek banget, dan kesabaran rasanya udah setipis tisu, terus tiba-tiba anak melakukan sesuatu yang bikin kita marah dan akhirnya kita menaikkan nada suara kita? Mungkin sebagian besar Parents pernah mengalami ya
Kita semua tahu bahwa membentak anak sebaiknya tidak dilakukan, namun rasanya sulit banget untuk menghilangkannya ya. Sebenarnya tidak semua membentak itu buruk kok. Ketika anak kita melakukan sesuatu yang membahayakan, misalnya bermain api atau menyeberang jalan tanpa lihat kanan kiri, tentu kita perlu meninggikan suara. Perilaku itu adalah respons refleks yang dibutuhkan agar anak bisa menghentikan perilaku berbahayanya.
Jadi berteriak kepada anak diperbolehkan ketika anak sedang dalam kondisi berbahaya. Namun kalau Parents tetap meninggikan suara setelah perilaku berbahaya itu berhenti, maka bentakan dan teriakan bisa jadi membahayakan untuk mental anak. Perilaku lain yang juga perlu dihentikan adalah teriakan ketika Parents merasa capek, frustasi, atau sedang stres. Selain itu Parents juga sebaiknya tidak berteriak dengan nada menghina, mempermalukan, atau menggunakan kata-kata kasar kepada anak
Kenapa perlu berhenti berteriak?
Membuat Parents merasa buruk
Tidak ada seorang pun yang menikmati meneriaki anak karena ketika kita berteriak, kita juga merasakan emosi negatif. Biasanya kita akan merasa bersalah dan akhirnya menyalahkan atau mengkritik diri sendiri. Jadi alasan utama untuk berhenti berteriak kepada anak adalah untuk menghindari merasa buruk terhadap diri sendiri
Tidak efektif
Kalau berteriak adalah cara yang efektif, seharusnya Parents tidak melakukannya secara terus menerus kan? Ketika berteriak, justru kita mengajarkan kepada anak untuk memperhatikan kita hanya ketika suara kita naik. Selain itu teriakan juga membuat anak merasa takut dan ketika takut, mereka akan lebih sulit untuk menangkap apa yang ingin kita ajarkan kepada mereka
Hasil yang sebaliknya
Tentu Parents memiliki alasan mengapa berteriak kepada anak. Misalnya Parents ingin anak rajin belajar, berperilaku yang lebih baik, atau membantu pekerjaan rumah tangga. Namun hasil yang didapatkan justru sebaliknya. Anak tetap menolak atau melakukannya dengan terpaksa sehingga di lain kesempatan Parents harus berteriak dan membentak lagi.
Bahkan beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yang sering diteriaki menunjukkan kemampuan akademik yang lebih rendah, adanya permasalahan psikologi, serta hubungan yang lebih renggang dengan orang tua. Karena dilakukan dengan cara yang kurang tepat justru menghasilkan dampak yang berkebalikan dari harapan orang tua
Anak menjauh
Coba deh Parents bayangkan kalau atasan atau orang lain selalu berteriak dan membentak Parents. Gimana rasanya? Apakah Parents merasa nyaman dan ingin berinteraksi dengan orang tersebut? Begitu pula yang terjadi pada anak. Anak akan merasa tidak nyaman dan akhirnya menjauh untuk menghindari bentakan dan teriakan Parents
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk berhenti membentak anak?
Bangun relasi yang kuat
Ketika Parents memiliki relasi yang kuat dengan anak, dengan sendirinya mereka akan peduli tentang hal yang dianggap penting oleh orang tuanya. Mereka akan termotivasi untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin tanpa dipaksa. Membangun relasi yang kuat artinya memprioritaskan hubungan dibandingkan hasil yang diperoleh anak. Bukan berarti Parents bersikap permisif ya, melainkan Parents perlu lebih sabar untuk mengajari anak. Coba turunkan ekspektasi dan lebih realistis dalam mengajari sesuatu kepada anak
Sadari ketika sedang marah
Sadari ketika Parents merasa marah atau frustasi agar Parents bisa lebih mudah mengelolanya. Hal ini bisa dilakukan dengan menyadari respons fisik Parents saat sedang marah, misalnya nafas menjadi lebih cepat, otot terasa tegang, dada terasa sesak, dan sebagainya.
Kelola marah
Parents juga bisa mencari cara mengelola emosi yang tepat, misalnya dengan mengambil jeda dan menarik nafas panjang. Lalu katakan “Bapak/Ibu sedang marah” dengan tenang. Parents juga bisa mengatakan “Kalau kamu terus melakukan itu, Bapak/Ibu mungkin akan mulai berteriak. Kita sama-sama tidak suka itu kan? Jadi bisa nggak kita hindari situasi itu dengan kamu menghentikan perilaku tersebut?”
Ketika Parents mengelola marah dengan tenang, anak pun akan belajar bagaimana cara mengelola emosinya dengan tenang
Ambil jeda
Ketika Parents merasa kesulitan untuk menahan diri, coba ambil jeda untuk tenangkan diri terlebih dulu. Parents bisa melakukan hal yang menenangkan misalnya minum air putih, mengatur nafas, melakukan pekerjaan rumah tangga, atau aktivitas lainnya
Ketika Parents merasa sudah lebih tenang, coba bicarakan dengan anak apa yang membuat Parents merasa marah. Kalau Parents sudah terlanjur membentak, jangan lupa untuk minta maaf kepada anak dan diskusikan bagaimana caranya agar situasi tersebut tidak terulang lagi
Kenali kondisi menekan
Apabila Parents masih merasa sulit untuk mengelola marah, coba kenali jangan-jangan Parents sedang berada dalam kondisi yang menekan. Misalnya ada permasalahan di pekerjaan, relasi dengan orang lain, atau Parents sedang burn out. Apabila Parents berada dalam kondisi tersebut, ada baiknya coba menyelesaikan masalah itu terlebih dulu. Apabila dibutuhkan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional ya
Referensi:
Li, P. (2023). How to stop yelling at your kids 5 tips. Parenting for Brain. [Artikel]. https://www.parentingforbrain.com/how-to-stop-yelling-at-your-kids/