Parents pernah dengar tentang perkembangan psikososial? Ternyata perkembangan manusia tidak hanya mengenai perkembangan fisik dan kognitif saja lho. Ada salah satu aspek tidak kalah penting dalam perkembangan manusia yaitu perkembangan psikososial.

Perkembangan psikososial adalah teori yang dikemukakan oleh Erik Erikson. Dalam teori ini diungkapkan bahwa pengalaman, interaksi, dan hubungan sosial berpengaruh besar terhadap perkembangan manusia. Erikson membagi perkembangan manusia menjadi beberapa tahapan dan dalam setiap tahapan tersebut terdapat konflik. Konflik ini perlu dialami oleh seseorang agar ia bisa berkembang dan naik ke tahapan selanjutnya. Apabila seseorang berhasil melalui konflik itu dengan baik, ia akan mengalami personal growth sedangkan jika seseorang gagal menangani konflik tersebut, artinya ia tidak mendapatkan kemampuan yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi self yang seutuhnya sehingga ia akan mengalami kesulitan untuk melalui tahapan perkembangan selanjutnya

Apa saja sih tahapan perkembangan psikososial itu? Yuk, kita bahas 8 tahapan tersebut!


Tahap 1: Kepercayaan vs Ketidakpercayaan

Tahapan pertama dalam perkembangan psikososial adalah tahapan saat menumbuhkan rasa percaya pada orang tua atau pengasuh, yang nantinya menjadi modal bagi anak untuk menumbuhkan rasa percaya pada orang lain dan dunia. Tahapan ini terjadi pada saat anak lahir (newborn) hingga usia 1 tahun. Tahap ini bisa dikatakan sebagai tahapan yang paling penting dalam perkembangan manusia.  Pada usia ini, manusia sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya  agar ia bisa bertahan hidup. Kebutuhan itu antara lain makanan, kasih sayang, kehangatan, dan keamanan. 

Apabila anak dipenuhi kebutuhannya maka ia mampu membangun rasa percaya pada orang tua dan pada akhirnya ia akan merasa aman di dunia. Namun apabila orang tua bersikap tidak konsisten, mengabaikan, atau bahkan menolak kehadiran anak, akan membuat anak gagal menumbuhkan rasa percaya. Dampaknya ia menjadi mudah takut, cemas, curiga, serta  merasa bahwa dunia adalah tempat yang tidak aman baginya


Tahap 2: Otonomi vs Rasa malu dan ragu-ragu

Tahap kedua dalam perkembangan psikososial terjadi pada masa kanak awal. Di usia ini anak mulai menunjukkan kemandirian. Ia mulai melakukan sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri, dan bahkan mulai menentukan pilihan apa yang ia mau. Anak perlu diberi kesempatan untuk menentukan pilihan dan memiliki kontrol atas dirinya sendiri agar ia bisa menjadi anak yang mandiri dan percaya diri. 

Salah satu aktivitas yang penting dalam tahapan ini adalah Toilet Training. Anak dilatih untuk bisa mengontrol diri dan mandiri. Apabila anak tidak mampu melalui tahapan ini dengan baik, maka anak akan tumbuh menjadi sosok yang pemalu dan mudah ragu-ragu


Tahap 3: Inisiatif vs Rasa bersalah

Tahapan ini terjadi pada anak usia pra sekolah. Anak mulai lebih banyak mengeksplor lingkungan melalui bermain dan interaksi sosial. Anak mulai mencoba mengembangkan inisiatif. Mereka akan banyak bertanya dan mencoba hal-hal baru di sekitar mereka. Jika rasa ingin tahu ini dipelihara, anak bisa mengembangkan kepercayaan diri untuk mengambil inisiatif. Sebaliknya, apabila anak sering dilarang atau dikritik sehingga rasa ingin tahunya tak terpenuhi, maka anak akan tumbuh dengan perasaan takut, ragu, dan tidak memiliki rasa percaya diri untuk mengambil keputusan.


Tahap 4: Ketekunan vs Rasa rendah diri

Tahapan keempat terjadi pada masa awal sekolah, yaitu sekitar usia 5-11 tahun. Saat berinteraksi sosial, anak mulai bisa merasakan bangga terhadap pencapaian dan kemampuan yang ia miliki. Di usia ini, orang tua dan guru perlu mendorong anak agar ia merasa mampu dan percaya terhadap kemampuan yang ia miliki. 

Ketika anak mampu melalui tahapan ini dengan baik, ia akan merasa bahwa dirinya adalah sosok yang kompeten dan akhirnya ia menjadi anak yang percaya diri. Namun apabila gagal, ia akan merasa rendah diri dan kurang bisa menghargai diri sendiri

Tahap 5: Identitas vs Kebingungan peran

Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia remaja. Tahapan ini berperan penting untuk menumbuhkan identitas pribadi seorang individu. Identitas yang dimaksud adalah nilai dan kepercayaan yang akan memandu dan membentuk perilaku seseorang. Ketika seseorang mengetahui nilai dan kepercayaan yang ia miliki, maka ia mampu hidup dengan standar dan ekspektasi sosial.

Seorang remaja yang mampu mengenali dirinya akan memiliki identitas diri yang kuat dan konsisten sedangkan apabila ia gagal maka ia akan merasa insecure, bingung dengan dirinya sendiri dan juga bingung terhadap masa depan.


Tahap 6: Intimasi vs Isolasi

Tahapan keenam terjadi saat masa dewasa awal. Pada tahap ini, seorang individu butuh untuk membentuk hubungan cinta dan dekat dengan orang lain misalnya berpacaran, pernikahan, membangun keluarga, dan persahabatan

Ketika seseorang berhasil melalui tahapan ini, maka ia akan merasakan cinta dan memiliki relasi yang dekat serta hangat dengan orang lain. Sebaliknya ketika gagal maka ia akan merasa terisolasi dan kesepian. 


Tahap 7: Generativitas vs Stagnan

Orang dewasa perlu membuat suatu warisan dalam hidupnya. Warisan ini bisa berupa anak atau sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Ketika ia berhasil meraihnya, ia akan merasa sebagai orang yang bermanfaat dan telah mencapai sesuatu. Sebaliknya jika gagal ia akan merasa tidak memiliki kontribusi apa-apa dalam hidupnya. Contoh pencapaian dalam tahapan ini adalah melihat anak tumbuh dewasa, memiliki hubungan yang kuat dengan pasangan, dan juga merasa bangga terhadap pencapaian yang telah dicapai


Tahap 8: Integritas vs Keputusasaan

Tahap terakhir dalam perkembangan psikososial terjadi pada lansia dan berfokus pada refleksi terhadap hidup. Ia akan melihat kembali bagaimana ia menjalani hidupnya dan merasakan seberapa puas dan bahagia ia terhadap hidupnya. Ketika seseorang mampu melalui tahapan ini, ia menjadi lebih bijaksana sedangkan orang yang gagal akan dipenuhi penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan. 

 

Wah, ternyata selain untuk mengidentifikasi perkembangan anak-anak, tahapan ini juga berlaku untuk para Parents. Teori ini dapat membantu kita untuk melihat konflik dan tantangan yang harus dihadapi dalam setiap tahap perkembangan. Selain itu kita juga bisa melihat masa lalu dan apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi tantangan saat ini


Referensi:

Cherry, K. (2022). Erik erikson’s stages of psychosocial development. https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-psychosocial-development-2795740